Voice Of My
Heart
CAST :
- LEE SUNG YUL (INFINITE) as Lee Sung Yul
- LEE DONGHAE (SUJU) as Lee Donghae
- JIYEON (T-ARA) as Sung Hyo Ra
- KIM ELI (U-KISS) as Kim Elison
- KIM JANG HOON as Paman Kim/Kepala Pelayan Kim
- L/KIM MYUNG SOO (INFINITE) as Myung Soo
- UEE as Park Rae In
- Other
GENRE : romance
MAIN OST : voice of my heart-Infinite
****************************************************************************************************
[PART 1]
Suatu hari di kediaman Tuan Lee Mong Jun
“menurutmu, apa yang harus aku perbuat untuk anak
itu?”,tanya seorang namja paruh baya. Ia melipat korannya, menaruhnya di atas
meja dan tangannya langsung meraih secangkir teh ginseng yang sudah terhidang
sedari tadi.
“memang, semenjak Nyonya Lee tidak ada di sampingnya, kita
seperti kewalahan mengurus anak itu. Tapi, untuk masalah kali ini, bagaimana
kalau Tuan memanggil seorang pengajar pribadi untuknya. Menurutku itu cukup
membantu”,jawab laki-laki yang berdiri di depan meja kerja Tuan Lee dengan
yakinnya. Tampak kain yang melipat menutupi tangannya, dengan setelan jas hitam
ala pelayan, tuan Kim Jang Hoon sudah dianggap lebih dari seorang pelayan oleh
keluarga tuan Lee. Untuk itu, Tuan Lee mempercayai tuan Kim untuk mendiskusikan
perihal anak bungsunya.
“aahhh (menghela nafas)~~,semua ini memang salahku, tuan
Kim. Aku terlalu tamak dengan uang sampai aku harus mengabaikan kewajibanku
sebagai seorang ayah”,ujar tuan Lee dengan nada penyesalan, kemudian ia
beranjak dari kursinya. Lalu ia melangkah mendekati jendela. Matanya menatap
dalam pemandangan di luar yang hanya terlihat hamparan rumput luas dengan
tembok pagar menjulang setinggi 5 meter mengelilingi istananya.
“istriku pasti sedang menghukumku,,,”,lanjutnya kembali
dengan senyuman sinis diakhir kalimatnya. Mendengar itu, pelayan Kim pun turut
diam hening. Ia tahu benar kalau tuannya pasti sedang sedih memikirkan semua
masalahnya ini. Istrinya yang meninggal 7 tahun lalu, sempat membuat tuan Lee
kehilangan semangat untuk hidup. Dan kini, tuan Lee juga harus menerima cobaan
yang menimpa anak pertamanya, Lee Donghae. Anak sulungnya mengalami gangguan
kejiwaan karena kehilangan ibu dan kekasihnya. Pada saat yang bersamaan,
Donghae kehilangan 2 orang yang berarti dalam hidupnya. Tak kuasa menahan
cobaan itu, ia pun frustasi dan sampai akhirnya seperti ini.
“tuan?”panggil pelayan Kim memecah lamunan tuan Lee
“jadi, bagaimana dengan keputusan tuan? Apa tuan setuju
dengan usulanku?”,sambung pelayan Kim
“terserah kau saja, tuan Kim. Aku mempercayakan semuanya
padamu. Yang terpenting, aku mau dia lulus dan bisa masuk ke Universitas yang
ku harapkan”,jawab tuan Lee yang terdengar sudah lebih tegas kembali. Pelayan
Kim pun senang, usulannya diterima. Sejauh ini, memang pelayan Kim sudah
merencanakan sesuatu untuk anak bungsu tuannya itu. Kini ia sudah mendapatkan
kepercayaan dari tuan Lee untuk mengurus anak itu supaya bisa lulus ujian
kelulusan dan ujian masuk Universitas. Lalu pelayan Kim pun kembali bertugas
dan meninggalkan ruangan tuannya itu.****
Di Seoul
Digitech High
School
Terdengar suara riuh bergemuruh dari salah satu ruangan
sekolah itu. Rupanya ada pementasan musik band. Semua murid yang ada saat itu
ikut bernyanyi dan menari saat group band ‘INFINITE’ tampil di atas panggung.
Penampilan mereka cukup keren di kalangan pemula. Terlebih salah satu personel
mereka menjadi bulan-bulanan siswi SD high school. Bukan hanya karena ia
tampan, namun karena juga berkelas, maka tak heran banyak siswi yang
memujanya.Disaat sedang menikmati permainan gitarnya, tiba-tiba ada suara
teriakan keras memanggil namanya.
“Lee - Sung - Yul....,awaaaaaaaaaaaaaaaassssssss”,teriak
seorang siswi berbadan gemuk ditengah-tengah kerumunan. Rupanya gadis ini
berusaha memberitahu Sung Yul kalau ada bahaya yang akan menimpanya. Ya,benar.
Sebuah bola softball melayang hampir mengenai kepala Sung Yul saat itu. Namun
karena kejelian mata siswi itu, Sung Yul bisa menghindarinya meski ia harus
berhenti dari permainan musiknya.
“nuguya???!!! (teriak) siapa yang melempar bola ini?!!
Katakan!! Siapa orangnya?!!”,teriak Sung Yul kepada semua yang hadir di ruangan
itu. Seketika semua mulut terdiam ketakutan melihat namja itu geram dengan bola
digenggamannya
“sudahlah...”,ujar temannya, Myung Soo yang mencoba
menenangkan amarah Sung Yul. Sang drummer itu memang lebih santai meski di saat
seperti ini. Tangannya merangkul ke pundak sahabatnya itu. Ikut mencari siapa
yang berani melempar bola softball itu hingga hampir mengenai kepala Sung Yul.
Tak lama, munculah seorang yeoja berpakaian olahraga softball. Yeoja itu neomu yeppo
dengan rambut kepang duanya yang panjang dan lurus. Topi merah yang dipakainya
makin membuat ia terlihat sporty.
“jadi, bolaku ada disini rupanya”,ujar yeoja itu biasa
saja saat ia melihat bolanya ada ditangan seorang namja yang merah padam
terbakar emosi. Yeoja itu pun naik ke atas panggung hendak menjemput bolanya
itu.
Sung Yul yang tahu kalau bola itu milik yeoja ini,
tiba-tiba emosinya meredam. Wajah yang merah padam kini berubah menjadi merah
muda karena menahan malu. Dan tiba-tiba saja ia malah terlihat kaku saat yeoja
itu semakin dekat dengannya.
“boleh aku minta bolanya?”,tanya yeoja itu lembut dengan
aegyonya
Melihatnya, Sung Yul makin kaku. Rasanya tulang-tulang
ini membeku, sulit digerakkan. Bicarapun rasanya sulit sekali. Myung Soo yang
melihat tingkah sahabatnya itu, hanya nyengir kuda. Myung Soo tahu benar bahwa
Sung Yul gugup karena yeoja itu. Tak mau memperlama penderitaan Sung Yul yang
hampir mati karena gugup, Myung Soo merampas bola itu lalu memberikannya pada
yeoja itu.
“ini, ambilah. Lain kali arahkan bola mu dengan
benar”,ujar Myung Soo mencoba menasehati yeoja itu. Karena walau bagaimanapun
juga, aksi yeoja itu bisa membahayakan.
“kau pikir,aku sengaja melakukannya?”,balas yeoja itu
keras. Lalu pergi begitu saja tanpa meminta maaf terlebih dulu. Semua mata yang
melihat kejadian ini benar-benar dibuat galau. Pujaan hati mereka, Sung Yul,
bisa mati gaya
di depan yeoja tadi.
“hey Sung Yul! Sadarlah!! Tadi itu bukanlah bidadari yang
turun dari langit. Kau terlalu berlebihan”,kata Myung Soo mencoba menyadarkan
Sung Yul dari imajinasinya tentang yeoja itu
“Myung Soo, dia cantik sekali...”,ujar Sung Yul memuji
kecantikan yeoja tadi. Pikirannya masih dibayang-bayangi wajah yeoja tadi.
Bahkan wajahnya pun masih merah muda.****
Sementara itu, di sebuah kamar berukuran 5x8 meter, ada
seorang yeoja yang sedang sibuk mengamati tiap lajur halaman koran harian. Apa
yang menurutnya pas, ia lingkari dengan bolpoint merah yang ada dimulutnya.
“aha!!! Sepertinya ini bagus”,ujarnya riang. Kemudian, ia
menarik bolpoint dari mulutnya dan mulai menggoreskan lingkaran merah di atas
koran itu.
“baiklah, akan aku coba. Semoga saja kali ini aku
beruntung..^^”, lanjutnya. Merasa cukup, yeoja ini pun melipat koran-korannya
dan menyimpannya di bawah meja.
“hhhuuuaaaa(menguap), lelah sekali. Hmmmm, aku juga
lapar...”,keluhnya sambil memegangi perutnya yang mulai mencekung ke dalam.
Lalu,Tiba-tiba ponselnya berdering.
“annyeong...”,sapanya
“Hyo Ra-ssi, bantu aku....”,rengek suara yang
menelepon
“Bi Ae..?”,
“aku banyak sekali tugas. Aku mau kau membantuku, Hyo
Ra-ssi. Aku akan segera ke tempatmu”,
“tunggu,Bi Ae! Ummmm, Aku lapar, kalau kau mau ke
tempatku, bawakan aku naengmyeon ekstra pedas ya? Oh satu lagi, bawakan aku
juga susu. Kau tahu kan,
aku tidak bisa hidup tanpa susu ^_^”,kata Hyo Ra merayu sahabatnya itu
“ah,kau tenang saja. Pasti akan aku bawakan semua
yang kau mau, Hyo Ra-ssi. Tapi...,kau harus membantuku”
“tentu saja,Bi Ae”,jawab Hyo Ra yakin lalu mengakhiri
pembicaraannya dengan Bi Ae itu.
Hyo Ra dan Bi Ae, keduanya saling melengkapi. Hyo Ra yang
pas-pasan dalam hal keuangan bertemu dengan Bi Ae yang berkecukupan. Dan Bi Ae
sendiri pas-pasan dalam hal kemampuan menguasai pelajaran bertemu dengan Hyo Ra
yang jauh lebih unggul dalam hal itu. Keduanya merasa beruntung, makanya mereka
memutuskan untuk bersahabat. Meski belum begitu lama, namun keduanya sudah
begitu dekat.
“kkkkkk ^^, untung saja ada Bi Ae. Hari ini makan gratis
lagi, hehehe ^^ senangnya...”,ujar Hyo Ra sendiri
Ssssrrrruuupppp, suara Hyo Ra yang sedang menikmati
semangkuk besar naengmyeon ekstra pedasnya.
“ummmm,,Bi Ae, ini enak sekali ^^. Cobalah
sedikit....”,ujar Hyo Ra kegirangan, ia menyodorkan sumpit dengan beberapa
helai mie melilit di sumpit tepat ke arah Bi Ae.
“ayo, cobalah...”,
“aniii, Hyo Ra-ssi. Aku tidak suka neangmyeon mu itu. Itu
bisa membunuhku”,tolak Bi Ae. Raut wajahnya masih terlihat seperti orang
kehilangan jalan. Bi Ae dirudung kecemasan akan tugas-tugas kuliahnya.
“Bi Ae! Kau sudah datang ke tempat yang tepat, jadi untuk
apa kau masih memasang wajah seperti itu? Kau jelek sekali...”,kata Hyo Ra,
lalu melanjutkan kembali menikmati naengmyeon-nya
“pokoknya, semua ini(memukul setumpuk buku di
sampingnya), harus selesai hari rabu nanti. Aku percaya padamu, Hyo
Ra-ssi”,kata Bi Ae dengan seriusnya menatap sahabatnya yang asik-asik saja
menikmati makanannya. Hyo Ra pun hanya menjawab dengan anggukan saja karena
mulutnya masih melahap makanannya.****
Di sebuah club...
“ayo semuanya...kita bersulang.....”,ujar seorang teman
Sung Yul yang sudah teler sambil mengangkat gelasnya ke atas
Rupanya sepulang sekolah, Sung Yul dan kawan-kawannya
tidak langsung pulang ke rumah, melainkan pergi clubbing di tempat langganan
mereka. Semua yang siswa SD High school yang hadir di acara ini memang bukan
siswa dari keluarga biasa. Rata-rata mereka adalah anak dari pengusaha atau pun
para pejabat pemerintahan. Kekayaan dan kekuasaan membuat mereka bertindak
seolah tanpa ada batasan , padahal mereka masih di bawah umur untuk clubbing
seperi ini. Saat yang lainnya asik minum, Sung Yul justru hanya memainkan
gelasnya saja. Matanya tak berkedip, pikirannya fokus pada satu objek. Sesekali
ia tersenyum sendiri, dan mengangkat alisnya. Myung Soo yang sedari tadi
memperhatikannya pun memilih untuk diam saja. Myung Soo tahu apa yang ada
dipikiran sahabatnya itu.****
“tuan muda, sekarang waktunya kau makan”,ujar kepala
pelayan Kim dihadapan seorang namja yang termenung di atas kursi rodanya. Lalu,
pelayan Kim menyuruh anak buahnya untuk memberikan sepiring makanan padanya.
Pelayan Kim berlutut di hadapan namja itu. Dengan penuh kesabaran, pelayan Kim
berusaha menyuapi namja ini.
“ayo tuan muda, kau harus makan. Buka mulutmu...”,kata
pelayan Kim dengan lemah lembutnya. Namun, namja itu tetap tak bergerak sedikitpun.
Matanya pun tak berkedip. Ia diam bagaikan patung.
Melihat wajah namja malang
itu, pelayan Kim selalu terbawa perasaan sedihnya. Ia tahu benar, namja ini
sangat tersiksa dengan penderitaannya. Di usianya sekarang ia harus menderita
depresi seperti ini. Sesekali, pelayan Kim meneteskan air matanya kala
menghadapi anak tuannya ini.
“Tuan Donghae, kau harus sembuh,tuan”,ujar pelayan Kim
dengan nada yang berat menahan perasaan sedihnya. Namun tak kuasa menahan, air
matanya pun terjatuh berulang kali. Tak ingin dilihat Donghae, pelayan Kim
cepat-cepat mengusap air matanya.
Pelayan Kim tak mau memaksa. Orang depresi tak mengenal
lapar. Ia pun menaruh makanannya di meja. Lalu setelah itu ia bergegas pergi
dengan tangisan di hatinya. Meski hanya sebagai kepala pelayan, baginya, baik
itu Lee Donghae atau Lee Sung Yul, sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.
Penderitaan Donghae, baginya adalah penderitaannya juga.
Donghae pun masih terdiam. Matanya yang sayu dan raut
wajah tanpa ekspresi itu, tak berubah sedikit pun. Ia terhanyut dalam dunianya
sendiri yang tak terjamah orang lain. Jiwanya seolah terkungkung dalam memori
yang menakutkan. Hidupnya seolah hanya untuk meratapi kematian ibunya. Hatinya
yang terluka seolah tak bisa terobati. Kini Donghae seperti daun kering.
Terbawa angin tak menentu, terjatuh dan menunggu rapuh. Namun, ayah dan
adiknya, begitu sangat mengharapkan Donghae sembuh dan terbebas dari
penderitaannya. Sebisa mungkin, ayahnya sudah berusaha untuk menyembuhkan putra
sulungnya itu. Namun, 7 tahun sudah, Donghae tetap saja seperti itu.
Pelayan Kim pergi ke ruang kerja Tuan Lee. Ia bermaksud
untuk membicarakan keadaan Lee Donghae yang semakin memburuk.
“tuan, maafkan saya mengganggu waktumu”,kata pelayan Kim
dengan hormat
“ada apa,tuan Kim? Ada
sesuatu yang ingin kau bicarakan?”,tanya tuan Lee, ia pun bersiap untuk
memperhatikan apa yang akan disampaikan oleh pelayan Kim. Bukunya yang sedang
dibacanya ia tutup dan menaruhnya kembali ke tempat semula. Wajah tuan Lee
turut serius saat melihat wajah pelayan Kim yang serius itu.
“begini tuan, ini perihal tuan Donghae. Beberapa hari ini
ia sulit makan,tuan. Saya khawatir kondisinya jadi semakin memburuk. Apa
sebaiknya kita memanggil dokter lagi,tuan?”jelas pelayan Kim yang berusaha
menyampaikan maksudnya. Ia merasa kasihan dan cemas dengan keadaan Donghae yang
semakin memburuk.
Mendengar hal itu, raut wajah tuan Lee pun turut terlihat
sedih. Ia juga sebenarnya sangat mencemaskan kesehatan anak sulungnya itu.
Namun, usahanya untuk menyembuhkan Donghae sia-sia. Terlebih, Tuan Lee
menyembunyikan keadaan anak sulungnya dari publik. Karena Donghae merupakan
kandidat pewaris perusahaannya. Tuan Lee seolah tak mau masyarakat tahu bahwa
calon presdir di perusahaannya mengalami gangguan jiwa. Maka dari itu, untuk kali
ini Tuan Lee berpikir berkali-kali untuk memanggil dokter/psikiater lagi. Ia
khawatir semakin banyak yang menangani Donghae akan berakibat fatal. Tuan
Lee takut rahasia anaknya yang depresi ini bocor ke masyarakat.
“apa menurutmu itu perlu,tuan Kim?”
“tuan, Donghae berhak mendapatkan perawatan. Tuan tidak
perlu khawatir dengan dokter yang akan merawat Donghae. Akan saya pastikan,
dokter itu bisa menjaga rahasia ini”,kata pelayan Kim meyakinkan
“kalau begitu kau urus saja, tuan Kim. Aku percayakan
semuanya padamu”,jawab tuan Lee menyetujui usulan pelayan Kim. Kali ini tuan
Lee harus percaya pada pelayan Kim. Ia juga tak mau Donghae seperti itu terus.
Semoga kali ini, Donghae bisa cepat sembuh. Dengan seizin tuan Lee, pelayan Kim
pun bergegas untuk mencari dokter pribadi Donghae. Pelayan Kim berharap usaha
kali ini akan mampu menyembuhkan Donghae.(tbc)